Friday, 20 March 2015

Assassin's Creed Rogue, The Hawk of Betrayal



Dalam game seri Assassin's Creed bertajuk Rogue ini, tidak banyak yang berubah dalam gameplay karena masih terasa seperti Black Flag dengan perang kapal, menjelajahi pulau, crafting, berburu, dan sebagainya. Namun, sensasi dalam berpetualang mengumpulkan collectible items menjadi senjata yang begitu adiktif dari Ubisoft. Pemain dapat menghabiskan waktu yang lama dalam bermain game ini, walau storyline-nya pendek, karena hasrat untuk menjelajah yang tinggi.

Ceritanya pun patut diacungi jempol bila dibandingkan dengan Assassin's Creed 3 atau Black Flag. Shay Patrick Cormac, seorang Assassin, harus berkhianat demi kepentingan umat manusia. Ia bergabung dengan Templar dan balik memburu para Assassins dengan mentor Achilles (kelak menjadi mentor Connor Kenway di AC3).

Pemain sepenuhnya akan merasakan bagaimana menjadi Templar dalam Rogue. Shay akan memiliki aktivitas sampingan untuk menggagalkan sebuah misi assassination dari para Assassins dan juga menggagalkan upaya Assassins membunuhnya melalui stalkers. Beberapa fitur lainnya adalah Naval Campaign, merebut Fort dan Gang Headquarters, serta melakukan renovasi di seluruh dunia untuk menancapkan kekuasaan Templar.

Kelebihan lainnya dari Assassin's Creed Rogue adalah game yang optimal sehingga nyaman untuk dimainkan di PC atau laptop. Meski kualitas gambar tidak sebagus Assassin's Creed Unity, namun kenyamanan lebih baik daripada banyak masalah seperti bugs. Pemain akan dibawa menjelajahi daerah North Atlantic yang bersalju, dimana Shay tidak dapat berlama-lama di dalam air atau ia akan mati kedinginan. Selain itu, Shay juga akan menancapkan kekuasaan Templar di New York dan membersihkannya dari kontrol Assassins.

Akhir dari kisah ini akan menghubungkan ceritanya ke Assassin's Creed Unity dan bagaimana Achilles menjadi Assassin yang tidak aktif di AC3,

Sebuah game yang asik untuk dimainkan dan salah satu yang terbaik dari seri Assassin's Creed.

As I Lay Dying, Pusaka Metalcore Jagat Raya



Sekitar tujuh tahun lalu, musik metalcore yang sedang naik ke permukaan menjadi sebuah candu bagi para penggemar musik metal remaja, terutama anak-anak sekolah. Tentu saja selain pengaruh kuat dari lagu-lagu Burgerkill di album Beyond Coma and Despair, Beside dengan Against Ourselves, dan Down For Life dengan Simponi Kebisingan Babi Neraka, beberapa band di luar Indonesia pun memiliki pengaruh sangat kuat terhadap perkembangan musik metalcore di Tanah Air.

Salah satunya adalah band metalcore asal San Diego, California, Amerika Serikat, As I Lay Dying. Saya sendiri jatuh hati pada AILD (As I Lay Dying) sejak mendengar lagu "94 Hours" yang dikirimkan oleh teman melalui perangkat bluetooth ketika SMA. Setelah itu, muncul rasa penasaran tentang band ini. Kemudian saya menjelajah diskografi mereka mulai dari album Beneath The Encasing of Ashes yang dirilis pada 2001, Frail Words Collapse (2003), Shadows Are Security (2005), dan An Ocean Between Us (2007).

Penggemar musik metalcore pasti tidak bisa melewatkan lagu-lagu dari album ini, dimana intensitas yang diberikan As I Lay Dying terus meningkat. Simak lagu-lagu seperti "Through Struggle", "Confined", "Forever", "An Ocean Between Us", "Forsaken", dan "The Sound of Truth" yang memorable, membalut riff agresif dengan vokal clean yang tidak menye-menye, dan melodi yang memanjakan telinga. 


Musik melodic metalcore yang diusung As I Lay Dying merupakan gabungan dari musik melodic death metal Gothenburg dan hardcore punk. Permainan sarat tenaga dari drummer Jordan Mancino dan otak brilian dari vokalis Tim Lambesis dalam menciptakan lagu menjadi kunci As I Lay Dying untuk terus berkembang dari album satu ke album lainnya. Perkembangan ini juga dipengaruhi oleh kehadiran Phil Sgrosso (gitar), Nick Hipa (gitar), dan Josh Gilbert (bass) yang memperkuat fondasi band, karena mereka turut membantu Tim dalam menciptakan lagu baru.


Album dan DVD As I Lay Dying laku keras, bahkan An Ocean Between Us mampu memuncaki tangga lagu Rock di Billboard 200. Pada 2008, mereka juga masuk dalam nominasi Grammy Awards untuk nominasi "Best Metal Performance" dengan lagu "Nothing Left".

Setelah itu, lahir album-album baru, yaitu The Powerless Rise (2010) dan Awakened (2012), yang masih menjaga dengan baik intensitas melodic metalcore ala As I Lay Dying. Berbeda dengan band-band lainnya yang semakin melemah dan kehilangan akarnya, seperti Bring Me The Horizon, All That Remains, dan Caliban, kuintet ini mampu terus dicintai para penggemarnya dengan musik yang selalu memuaskan. Lagu-lagu yang tidak terlupakan dari album ini adalah "A Greater Foundation", "No Lungs to Breathe", "Parallels", "Anodyne Sea", dan "Tear Out My Eyes". 

AILD mendapat penghargaan sebagai Metal Band of The Year oleh Loudwire setelah merilis Awakened. Namun, album Awakened yang memberikan sebuah suasana baru dalam musik band, justru menjadi album terakhir As I Lay Dying sebelum mereka harus tidur panjang.

Ya, kasus rencana pembunuhan yang menjerat Tim Lambesis untuk sementara mengakhiri kisah As I Lay Dying dalam berkarya. Ia mendapat hukuman penjara selama enam tahun dan yang mencengangkan adalah pengakuannya jika band Christian metalcore yang dianut As I Lay Dying hanyalah strategi pasar. As I Lay Dying sebelumnya terkenal dengan penggunaan lirik yang berdasar kitab injil atau tentang agama Kristen. Gitaris Nick Hipa lalu menyangkal dan mengecam komentar Lambesis tersebut.

Empat personel As I Lay Dying yang tersisa kemudian membentuk sebuah band baru bernama Wovenwar bersama Shane Blay sebagai vokalis. Sayang, musik yang diberikan tidak sesuai harapan dan terdengar seperti band post hardcore kebanyakan.

Perpecahan pun mengawali tidur panjang As I Lay Dying, situs resmi band hanya mencantumkan nama Tim Lambesis dan Jordan Mancino sebagai anggota band. Memang masih ada band-band metalcore bagus lainnya, seperti Killswitch Engage, Unearth, dan Heaven Shall Burn, tetapi kerinduan terhadap As I Lay Dying akan terus dirasakan.

As I Lay Dying merupakan inspirasi saya dalam membentuk band pada tahun 2010 dan hingga kini, lagu-lagu mereka takkan pernah berhenti menemani.

"Sometimes we have to watch our whole lives fall apart, 
before we can rebuild them again - a greater foundation."

As I Lay Dying is sleeping rather than dead...