Minggu, 3 Mei 2015. Auditorium Ancol Beach City, Jakarta.
Auditorium Ancol Beach City tampak lengang pada sore (3/5) itu. Tempat yang menjadi tuan rumah pergelaran perdana festival Sonic Fair ini terlihat tidak terlalu dipadati penonton, meski begitu, tampak beberapa kerumunan massa hitam-hitam telah berada di sekitar lokasi.
Semakin malam terjadi peningkatan jumlah penonton yang berada di dalam auditorium, meski tidak terlalu signifikan. Namun, sekitar 300 penonton ini tampaknya telah siap untuk mengeluarkan seluruh energi mereka untuk sajian utama di penghujung acara, yaitu Killswitch Engage yang tampil untuk pertama kalinya di Indonesia.
Benar saja, ketika Killswitch Engage mulai menghujam telinga penonton dengan lagu pertama mereka malam itu, “Fixation on The Darkness”, koor massal terjadi sepanjang konser. Sayatan riff dan melodi yang dipresentasikan oleh duo Adam Dutkiewicz dan Joel Stroetzel, lalu dentuman bass dari Mike D’Antonio serta pukulan drum Justin Foley, berhasil berintegrasi dengan jahatnya raungan vokalis Jesse Leach, yang juga memiliki suara merdu ketika bernyanyi.
Band yang lahir dengan musik hasil gabungan dari swedish melodic death metal dan hardcore ini, menyajikan musik yang memadukan antara agresi dan kelembutan. Agresi ditunjukkan melalui riff-riff agresif, tempo yang cepat ala hardcore, dan blast beat di beberapa bagian. Sementara bagian lembutnya hadir ketika Jesse Leach bernyanyi, serta isi lirik yang membahas kehidupan, patah hati, atau sosok yang dicintai.
Berbagai highlight dari lagu-lagu terbaik Killswitch Engage dibawakan pada malam itu, mulai dari “This Is Absolution”, “Beyond The Flames”, “The Arms of Sorrow”, “In Due Time”, hingga “New Awakening”. Lingkaran moshpit menjadi semakin liar ketika “Rose of Sharyn” menghantam pengeras suara. Lagu yang diambil dari album The End of Heartache ini menunjukkan pengaruh kuat album Slaughter of The Soul dari At The Gates terhadap musik mereka.
Tata cahaya panggung yang memukau berhasil memberikan tampilan yang menarik, berpadu dengan gerakan lincah para personel. Gitaris eksentrik, Adam Dutkiewicz beberapa kali melakukan atraksi dengan Joel dan Mike. Lalu, Jesse yang turun ke barikade untuk menghampiri penonton dan bernyanyi bersama.
“Suatu kehormatan berada di sini bersama kalian. Kami sempat mengalami masalah di bandara Tiongkok sebelum ini, tapi kami bahagia akhirnya bisa tampil di sini,” ujar Jesse. Malam itu, Jesse menunjukkan jika ia adalah sosok yang pantas untuk kembali menjadi pentolan band, ia membawakan lagu-lagu yang dulu dinyanyikan Howard Jones dengan baik.
Untuk menurunkan tempo dan beristirahat sejenak, lagu balada “Always” dari album baru Disarm The Desecent, dikumandangkan. Penonton menanggapinya dengan mengangkat tangan sembari melanjutkan koor yang masih terus mengiringi penampilan band sepanjang konser.
Lagu-lagu andalan selanjutnya, seperti “My Last Serenade” dan “My Curse” menjadi salah satu momen paling berisik, dimana penonton melompat-lompat dan mengepalkan tangan ke udara. Total 14 lagu yang dibawakan pada malam itu berhasil memancing penonton untuk mengeluarkan seluruh energi.
Lagu pamungkas, “The End of Heartache” mengakhiri penampilan Killswitch Engage yang telah ditunggu-tunggu di Indonesia. Meski terlihat kelelahan, penonton berteriak, “We want more! We want more!” dan menanti sejenak apakah band akan kembali ke atas panggung. Namun, pada akhirnya Killswitch Engage pun pamit dan tak ada encore malam itu. “All in due time….”
Photo by: Musik Jurnal